navigasi menu

Sunday, January 26, 2014

ALIRAN SESAT SEKTE

Dalam sosiologi agamasekte umumnya adalah sebuah kelompok keagamaan atau politik yang memisahkan diri dari kelompok yang lebih besar, biasanya karena pertikaian tentang masalah-masalah doktriner.
Dalam sejarah, penggunaannya di lingkungan agama Kristen mengandung konotasi penghinaan dan biasanya merujuk kepada suatu gerakan yang menganut keyakinan atau ajaran yang sesat dan yang seringkali menyimpang dari ajaran dan praktik ortodoks.
Dalam konteks India, sekte merujuk kepada suatu tradisi yang terorganisir.
Kata sekte berasal dari istilah bahasa Latin secta (dari sequi, mengikut), yang berarti (1) suatu langkah atau jalan kehidupan, (2) suatu aturan perilaku atau prinsip-prinsip dasar, (3) suatu aliran atau doktrin filsafat. Sectarius atau sectilis juga merujuk kepada pemotongan, namun makna ini, berlawanan dengan pandangan umum, tidak terkait dengan etimologi kata ini. Sectator adalah pemimping atau penganut yang setia.

Definisi dan deskripsi sosiologis

Artikel utama: Tipologi gereja-sekte
Ada beberapa definisi dan deskripsi sosiologis untuk istilah ini.  Salah seorang yang pertama mendefinisikannya adalah Max Weberdan Ernst Troeltsch (1931) Dalam tipologi gereja-sekte mereka digambarkan sebagai kelompok-kelompok keagamaan yang baru terbentuk untuk memprotes unsur-unsur dari agama asalnya (biasanya suatu denominasi. Motivasinya cenderung terletak dalam tuduhan kemurtadan atau ajaran sesat dalam denominasi asalnya. Mereka seringkali memprotes kecenderungan-kecenderungan liberal dalam perkembangan denominasi dan menganjurkan umat untuk kembali ke agama yang sejati. sosiolog Amerika Rodney Stark dan William Sims Bainbridge menegaskan bahwa "sekte-sekte mengklaim dirinya sebagai kelompok yang otentik dan bersih, sebagai versi dari iman yang telah diperbarui, yang daripadanya mereka memisahkan diri" . Lebih jauh, mereka menegaskan bahwa, berbeda dengan gereja, sekte memiliki tingkat ketegangan yang tinggi dengan lingkungan sekitarnya.
Sektarianisme kadang-kadang didefinisikan dalam sosiologi agama sebagai suatu pandangan dunia yang menekankan keabsahan unik dari kredo dan praktik-praktik orang percaya dan hal itu meningkatkan ketegangan dengan masyarakat yang lebih luas melalui tindakan mereka membangun praktik-praktik yang menegaskan batas pemisahnya. [6]
Sebaliknya, suatu kultus keagamaan atau politik juga mempunyai ketegangan yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, namun keyakinan-keyakinannya berada dalam batas konteks masyarakat itu, meskipun baru dan inovatif. Sementara kultus mampu memaksakan norma-normanya dan gagasan-gagasannya terhadap anggotanya, sekte biasanya tidak mempunyai "anggota" dengan kewajiban-kewajiban yang tegas, melainkan hanya pengikut, simpatisan, pendukung, atau penganut saja.
Partai-partai sosialissosial-demokratburuh, dan komunis yang berbasis massa, seringkali berasal-usul dari sekte-sekte utopis, dan karenanya juga memproduksi banyak sekte, yang memisahkan diri dari partai massanya. Khususnya partai-partai komunis dari 1919 mengalami berbagai perpecahan, di antaranya dapat disebut sebagai sekte dari induknya.
Salah satu faktor utama yang tampaknya menghasilkan sekte politik adalah ketaatan yang ketat kepada suatu doktrin atau gagasan setelah waktunya telah lewat, atau setelah doktrin itu tidak lagi mempunyai relevansi yang jelas terhadap realitas yang berubah.
Sosiolog Inggris Roy Wallis menyatakan bahwa sekte dicirikan oleh "otoritarianisme epistemologis": sekte-sekte memiliki suatu locusyang berwibawa yang dapat mengabsahkan suatu ajaran sesat. Menurut Wallis, "sekte mengklaim dirinya memiliki suatu akses yang unik dan isitimewa kepada kebenaran atau keselamatan dan "para pemeluk mereka yang teguh biasanya menganggap semua yang ada di luar batas-batas kolektivitasnya 'keliru'". Ia membedakan hal ini dengan kultus yang digambarkannya memiliki ciri khas "individualisme epistemologis". Maksudnya ialah bahwa "kultus tidak mempunyai locus otoritas tertinggi yang jelas di luar anggotanya masing-masing."

Konsep sekte dalam konteks India

Axel Michaels, seorang Indolog, menulis dalam bukunya tentang Hinduisme bahwa dalam konteks India kata "sekte tidak menunjukkan adanya perpecahan atau komunitas yang terasingkan, melainkan lebih pada suatu tradisi yang terorganisir, yang biasanya didirikan oleh si pendiri yang melakukan praktik-praktik asketik." Dan menurut Michaels, "Sekte-sekte India tidak memusatkan perhatian pada ajaran sesat, karena tidak adanya pusat atau pusat yang menuntut membuat hal ini tidak mungkin. Sebaliknya, fokusnya adalah pada para penganut dan pengikutnya."

No comments:

Post a Comment